ARTIKEL



Belajar  dari Susanna Annesley
(20 Januari 1669 – 23 Juli 1742)
Menjadi seorang ibu tidak gampang, sebab ia harus menjadi teladan bagi anak-anaknya, selain itu ia juga harus mendidik anak-anaknya menjadi anak yang baik, bertanggung jawab dan takut akan Tuhan.
Zaman sekarang mendidik seorang anak saja sudah cukup merepotkan; apalagi pengaruh teknologi Televisi, Komputer dan Internet serta ditambah dengan pergaulan bebas anak-anak muda. Yang namanya Narkoba sudah tidak asing lagi dikalangan mahasiswa bahkan para siswa yang masih Sekolah Menengah. Itulah sebabnya ibu yang baik harus senantiasa memantau anak-anaknya dan membimbing mereka ke jalan yang benar, jikalau lalai; maka air mata kita selama hidup ini tidak cukup untuk mengembalikan kebahagiaan anak-anak kita.

Susanna Annesley dan Latar belakang Keluarga__Sejarah gereja mencatat seorang ibu yang cukup terkenal dan berhasil di dalam mendidik anak-anaknya. Kita akan coba menelusuri latar-belakangnya secara singkat. Nama ibu itu adalah Susanna Wesley. Sebagai seorang ibu rumah tangga yang sangat kelihatan buah-buah karya rohaninya, baik sebagai pendoa bagi anak-anaknya maupun dukungkan buat pekerjaan pelayanan sang suami. Nama kecilnya Susanna Annesley, lahir di London pada hari Rabu, 20 Januari 1669. Ia merupakan anak bungsu dari 25 bersaudara dari pasangan Dr. Samuel Annesley and Mary White, dan ia yang dianggap paling cantik parasnya dan cerdas dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain, meskipun karena sulitnya kehidupan ekonomi ia hanya menerima pendidikan yang rendah. Sejak kecil ia telah menunjukkan minat belajar. Koleksi banyak buku ayahnya menjadikan ia mampu menyerap banyak ilmu.
Ia memiliki banyak kemampuan yang sanggup menaklukan para remaja pada zamannya, sehingga mereka menjadi minder. Pada saat remaja saja ia sudah sanggup baca dalam tiga bahasa yang cukup penting yakni bahasa Ibrani (bahasa Perjanjian Lama), bahasa Yunani (bahasa Perjanjian Baru) dan Bahasa Latin (bahasa Alkitab Septuaginta). Pada usia tiga belas tahun, ia sudah mampu membaca Alkitab berbahasa Yunani dan Ibrani serta memahami isinya. Dan yang lebih luar biasa dari gadis remaja ini adalah ia mampu beragumentasi secara teologis dengan ayahnya yang merupakan seorang pendeta. Semua ini tentu tidak terlepas dari sistem pendidikan yang diterapkan sang ayah semasa mereka masih kecil dan dukungan dari kakak-kakaknya. Pendeta. Dr. Samuel Annesley selalu mendorong anak-anaknya untuk belajar bebas mengutarakan pendapat dalam segala hal. Kemudian juga ditambah dengan pelajaran bahasa yang diberikan serta didukung dengan koleksi buku-buku perpustakaan pribadi sang ayah yang cukup banyak.

Sistem dan pola pikir yang bebas ini memungkinkan Susanna pindah dari gereja ayahnya dan bergabung di Gereja Anglikan. Kemudian dilanjutkan dengan konsep teologianya yang bertentangan dengan sang ayah yakni Sosianisme yang anti Tritunggal, namun ayahnya sangat menghargai keputusan yang diambil putrinya. Minat belajar dan membacanya sangat luar biasa, sehingga walaupun beliau sebagai isteri pendeta dan ibu rumah tangga masih sanggup melalap buku-buku yang berbau teologia.

Pengenalan adalah sesuatu yang penting_Samual Wesley demikianlah nama suaminya, seorang mahasiswa teologia yang terkenal memiliki otak yang cemerlang. Pada masa pacarannya dipenuhi dengan banyak waktu untuk berdiskusi masalah-masalah teologia. Setelah masa pacaran mereka berlalu selama tujuh tahun, akhirnya tahun 1688 Samuel Wesley membawa Susanna Annesley ke jenjang pernikahan menuju bahtera rumah tangga sebagi isteri seorang pendeta. Peranan Susanna sebagai isteri cukup berpengaruh untuk mengatur roda kehidupan rumah tangganya.

Susanna dan ekonomi Keluarga_Sebagai seorang pendeta di desa kecil Inggris, otomatis mereka menerima gaji yang sangat minim; belum lagi ditambah dengan jumlah anaknya yang cukup banyak yakni sembilan belas orang. Oleh sebab itu sering kali keluarga pendeta Samuel Wesley ini terlibat masalah utang. Seorang tukang daging misalnya pernah mendatangi Susanna untuk menagih hutang yang sudah lama tidak dibayar, namun karena Susanna tidak memiliki uang sedikitpun, maka usaha tukang daging itu pun sia-sia. Di lain pihak Susanna sendiri berusaha sendiri untuk mencukupkan kebutuhan keluarga dengan berladang, memelihara sapi perah, ayam yang menghasilkan telur dan ternyata berkat Tuhan senantiasa cukup, sehingga mereka tidak pernah sampai merasa kelaparan. Masalah hutang-piutang ini bertambah sulit ketika suaminya Samuel dijebloskan ke dalam penjara karena hutangnya yang membeludak. Untuk membebaskan suaminya Susanna terpaksa meminta bantuan dari seorang Uskup Agung.

Konflik dalam Keluarga_Dengan anak yang cukup banyak, ditambah kesulitan ekonomi mereka, maka tidak jarang di dalam keluarga besar ini sering terjadi pertengkaran-pertengkaran.
Samuel sebagai kepala rumah tangga selalu berkeinginan mengatur masalah keluarga, namun ketika bertemu dengan isterinya ia senantiasa terbentur. Bila terjadi perbedaan pendapat, keduanya mempertahankannya dari sudut pandang Alkitab. Keduanya memiliki dasar pemahaman teologi yang dalam sehingga tidak ada yang dapat mengalah dan jarang keduanya bertindak di luar batas: Samuel tidur diranjang yang lain. Sekalipun masing-masing memiliki pendirian yang teguh dalam mempertahankan pendapat, tetapi jauh di lubuk hatinya ia merindukan kehadiran suaminya dan sangat mengasihi suaminya. demikian juga suaminya sangat mengerti keadaan istrinya tercinta.

Susanna dalam mendidik anak_ Sebenarnya sejak muda Susanna sudah merencanakan supaya keluarganya tidak memiliki banyak anak seperti ibunya yang melahirkan dua puluh lima anak, namun kenyataannya ia harus melahirkan sembilan belas orang anak, dan sembilan diantaranya meninggal. Anak sulung Susanna diberi nama seperti nama ayahnya yaitu Samuel, sedang anak keduanya bernama Susanna.
Tentu saja Susanna sangat sibuk mengurus anak-anaknya. Namun ia mengajar dan melatih tiap-tiap anaknya dengan cermat sekali. Misalnya tiap anak dalam keluarga Wesley dibimbing untuk belajar bicara dengan mengulangi Doa Bapa Kami.
Susanna adalah seorang guru yang pandai. Ia tahu  bahwa murid-muridnya atau anaknya akan cepat bosan kalau disuruh membaca dan menghafal saja. Maka jam pelajaran dalam rumah tangga Wesley tiap hari dimulai dan ditutup dengan nyanyian. Tentu saja nyanyian itupun ada manfaat rohaninya, karena semuanya diambil dari kitab Mazmur.
Dalam kehidupan rumah tangga mereka sehari-hari, sehabis makan pagi biasanya diadakan kebaktian keluarga yang berfungsi untuk membangun kerohanian pribadi dan keluarga juga sebagai persiapan memberitakan firman Tuhan pada hari Minggu.
Dalam hal mendidik anak, setiap malam sebelum anak-anaknya tidur, Susanna selalu mendoakan mereka satu persatu, baru kemudian ia pergi tidur. Harapannya bagi anak_"Tidak ada yang lebih saya harapkan selama hidup ini kecuali melayani anak-anak yang telah saya lahirkan. Saya mau apabila hal ini berkenan bagi Allah, menjadi alat-Nya melakukan semua yang baik bagi jiwa-jiwa mereka," itulah harapannya.
Ia selalu memberi tugas membaca kepada anak-anaknya satu pasal dalam perjanjian baru untuk bacaan pagi dan satu pasal perjanjian lama untuk bacaan malam, dan membaca Mazmur dua kali setiap hari. Ia sangat yakin bahwa tidak ada buku yang setara dengan Alkitab dalam mendidik anak-anak ataupun orang dewasa dalam pertumbuhan rohani.
Walaupun Susanna sudah begitu tekun mendidik anak-anaknya, tetap saja tidak sempurna. Satu orang anak perempuannya meninggalkan pengajarannya yakni Hetty, ia melarikan diri bersama pacarnya; namun setelah hamil sang pacar meninggalkannya.
Susanna dan Disiplin_, Susanna tampaknya tidak ingin berdiam diri. Dalam posisinya sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ia sangat merindukan anak-anaknya menjadi besar dan berhasil sebagai anak-anak kristen. Karena itu ia mengatur roda kehidupan rumah tangganya dengan disiplin ketat. Susanna berpendapat bahwa hari yang dijalankan dengan tertib dan teratur akan menjadikan segala kegiatan berjalan baik dan tak ada yang terlupakan.
               Maka kedisiplinan , keteraturan merupakan sesuatu yang sangat penting yang sudah dimulai dalam keluarga Wesley, maka gereja Methodist dikenal dengan semboyan “Alkitab ditangan kanan, Disiplin di tangan kiri”
Melayani_Sebagai seorang isteri pendeta, sudah banyak suka-duka yang dikecap oleh Susanna. Namun demikian semua itu, tidak pernah mematahkan semangatnya melayani Tuhan. Ketika suaminya pelayanan ke luar kota, ia memakai kesempatan untuk mengumpulkan orang-orang untuk bersekutu dan mengajarkan firman Tuhan. Setiap minggu hampir dua ratus orang yang ikut dalam persekutuan itu.
Tahun 1711, Susanna memulai pelayanannya di sekolah minggu.  Firman Tuhan dan khotbah sederhana yang ia persiapkan untuk anak-anak Sekolah Minggu itu didengar oleh tiga pulu sampai empat puluh orang setiap minggu.
Membantu Suami_Selain mengatur dan menjalankan keperluan hidup sehari-hari, ia juga membantu suaminya mempersiapkan kotbah-kotbah. Termasuk membantu mengingatkan jadwal kunjungan.
Memperlengkapi Diri_Ditengah-tengah segala kesibukan ini, Susanna masih menyempatkan diri untuk membaca buku selama dua jam setiap hari terutama tentang hal-hal yang baru.
              
Kehidupan yang dialaminya dalam berumah tangga dapat dikatakan seimbang di satu sisi, ia kehilangan anak-anaknya ketika mereka masih bayi dan disisi lain ia berhasil membimbing dan mendidik anak-anaknya hingga dewasa, terutama dalam iman. Bahkan dikemudian hari, ia menyaksikan peristiwa-peristiwa sukses yang dialami oleh putera-puterinya.
Inilah riwayat singkat seorang tokoh wanita sejarah gereja, yang kemudian melahirkan tokoh-tokah gereja, misalnya John Wesley dan Charles Wesley. John Wesley pendiri Gereja Methodist sedang Charles Wesley seorang musisi musik gerejawi yang telah menciptakan ribuan lagu-lagu rohani, yang kita nyanyikan di gereja samapai hari ini.